Siang ini, saya masih disibukkan dengan kegiatan rapotan, sehingga waktu di kelas dipenuhi bersama laptop bukan lagi bermain bersama anak-anak. Namun, tetiba ada satu anak datang menghampiri saya, anak lelaki namun kami tak cukup dekat, sehingga kaget lah saya ketika dia hadir di hadapan saya untuk bercerita.
Kehadirannya dibarengi dengan rajukannya untuk minta pulang dan minta minum. Saya tentu kaget, namun tidak mungkin mengekspresikannya di depan anak. Kaget karena yang bercerita adalah anak kelas 4 SD yang berusia 10 tahun. Sebelumnya, yang saya temui adalah kebahagiaan dan kebanggaan dari anak-anak kelas akan hari-hari Ramadhan.
Singkat cerita, anak itu mengeluhkan hari-hari puasanya yang dirasa panjang dan sangat melelahkan. Pun dia bercerita selepas pulang sekolah maka yang dilakukannya adalah menghapus dahaga dan laparnya dengan makan dan minum sebagaimana biasanya.
Pertama kali yang saya lakukan adalah tetap menunjukkan ekspresi ramah dengan intonasi lembut dan bersahabat. Tak ada nasehat karena saya paham justru itu akan menjadi virus komunikasi di antara kami. Maka tak heran jika cerita-ceritanya berlanjut dengan kejujurannya tidak berpuasa sejak hari pertama Ramadhan.
Alasannya, karena anak tersebut merasa tidak kuat dan tidak bisa berpuasa sehingga berkali-kali hanya kata-kata tersebutlah yang diutarakan. Saya, tentu tak memarahinya. Berkali-kali saya meminta dia mengatakan kata "BISA" dan kalimat afirmatif lainnya.
Alhasil, anak tersebut mulai tertarik memperbaiki perjalanan hari-hari berpuasanya, meski rasa ragu masih sangat nampak di raut wajahnya. Entah bagaimana harinya besok, namun perubahan semangatnya setidaknya cukup keliatan hari ini. Anggukan 'bisa' nya pun terlihat pelan namun pasti.
Dari teknik komunikasi ini, perubahan yang paling sangat jelas terlihat adalah pada raut wajah anak. Dari yang regresif menjadi progressif. Saya tentu senang akan hal itu, namun entahlah bagaimana hasilnya besok karena sejatinya perkembangan anak pun dominan ditentukan akan pola didik orang tuanya di rumah. Pada akhirnya saya sebagai konselornya hanya bisa mendoakan perubahan baik yang progresif pada dirinya... Bismillah... 😀
Kehadirannya dibarengi dengan rajukannya untuk minta pulang dan minta minum. Saya tentu kaget, namun tidak mungkin mengekspresikannya di depan anak. Kaget karena yang bercerita adalah anak kelas 4 SD yang berusia 10 tahun. Sebelumnya, yang saya temui adalah kebahagiaan dan kebanggaan dari anak-anak kelas akan hari-hari Ramadhan.
Singkat cerita, anak itu mengeluhkan hari-hari puasanya yang dirasa panjang dan sangat melelahkan. Pun dia bercerita selepas pulang sekolah maka yang dilakukannya adalah menghapus dahaga dan laparnya dengan makan dan minum sebagaimana biasanya.
Pertama kali yang saya lakukan adalah tetap menunjukkan ekspresi ramah dengan intonasi lembut dan bersahabat. Tak ada nasehat karena saya paham justru itu akan menjadi virus komunikasi di antara kami. Maka tak heran jika cerita-ceritanya berlanjut dengan kejujurannya tidak berpuasa sejak hari pertama Ramadhan.
Alasannya, karena anak tersebut merasa tidak kuat dan tidak bisa berpuasa sehingga berkali-kali hanya kata-kata tersebutlah yang diutarakan. Saya, tentu tak memarahinya. Berkali-kali saya meminta dia mengatakan kata "BISA" dan kalimat afirmatif lainnya.
Alhasil, anak tersebut mulai tertarik memperbaiki perjalanan hari-hari berpuasanya, meski rasa ragu masih sangat nampak di raut wajahnya. Entah bagaimana harinya besok, namun perubahan semangatnya setidaknya cukup keliatan hari ini. Anggukan 'bisa' nya pun terlihat pelan namun pasti.
Dari teknik komunikasi ini, perubahan yang paling sangat jelas terlihat adalah pada raut wajah anak. Dari yang regresif menjadi progressif. Saya tentu senang akan hal itu, namun entahlah bagaimana hasilnya besok karena sejatinya perkembangan anak pun dominan ditentukan akan pola didik orang tuanya di rumah. Pada akhirnya saya sebagai konselornya hanya bisa mendoakan perubahan baik yang progresif pada dirinya... Bismillah... 😀
#level1
#day7
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Komentar
Posting Komentar