Saya bukanlah pribadi yang dekat dengan orang tua, terutama ibu. Jangankan untuk berbicara panjang lebar dan curhat, sekedar berkirim pesan atau mengangkat telponnya saja muncul rasa segan yang luar biasa, sehingga semakin jauh saja hubungan kami.
Perbedaan karakter kami yang menjadi awal dari semuanya. Seringkali iri melihat keakraban banyak orang bersama orang tuanya, namun setiap kehidupan orang pun tak bisa disama ratakan. Masa lalu setiap orang berbeda, sehingga berbeda pulalah setiap jalan kehidupan di masing-masing kita.
Pagi saya hari ini disambut dengan dua kali misscalled dari ibu. Memandang diam layar handphone tentu saja yang pertama kali saya lakukan, berpikir keras. Perlunya keakraban dan kehangatan lebih jauh di antara kami adalah penyebab dari lambatnya respon saya. Bahkan kali ini justru membaik karena saya masih berpikir, biasanya setelahnya saya langsung abaikan atau meminta suami yang menghubungi balik.
Sejurus kemudian, saya balik menelpon ibu, dengan pulsa normal tanpa menggunakan whatsapp call untuk mengurangi gangguan suara. Lamanya obrolan pun terjadi, ada sekitar 30 menit. Mungkin 30 menit waktu sebentar bagi banyak orang, tapi itu adalah rekor terlama saya.
Tak banyak yang saya katakan, lebih pada mendengar curhatan ibu dan sesekali merespon tanpa bantahan. Jarang sekali hal ini terjadi, sangatlah jarang. Biasanya sekalinya ketemu kami lebih banyak diam atau saya banyak menyanggah curhatan ibu yang dominan lebih pada subjektifitas.
Tetapi tetiba saya teringat bahwa kualitas komunikasi adalah tanggung jawab kita secara personal, jadi bukan bagaimana 'orang lain' seharusnya tetapi lebih pada bagaimana 'kita' seharusnya. Sehingga saya pun memilih berdamai dengan pola komunikasi saya kepada beliau. Jadi, apapun yang dikatakan saya dengarkan dan terima.
Alhasil, sangatlah jelas perbedaan intonasi suara ibu di awal dan menjelang tutup telpon, bahkan semakin melembut. Ibu pun nampak lebih tenang dan nasehat keibuannya keluar. Saya sebagai anak tentu saja terharu, lega sekali rasanya.
Sore harinya, kembali saya dikejutkan dengan misscalled dari ibu. Tentu saya pun menelpon balik. Sungguh terkejutnya saya bahwa obrolan kami terjadi begitu hangat sekali. Bisa digambarkan bahwa saya sendiri merasa tak percaya ini adalah ibu saya #upsss. Namun begitulah adanya, bahwa beliau memang ibu saya yang mungkin hari ini sedikit berubah karena saya pun bertekad untuk berubah dalam melakukan komunikasi pada beliau.
Sehingga, benarlah bahwa apa yang hendak kita harapkan adalah murni tanggung jawab kita. Maka, jika kita ingin memiliki hubungan komunikasi yang baik pada seseorang, maka tugas kita mengawalinya dengan baik, pun begitu sebaliknya.
Dari hal sederhana ini, saya temukan suatu keajaiban komunikasi bahwa memang "I am responsible for my communication result".
Teman-teman sekalian, selamat mencoba... 😊
Perbedaan karakter kami yang menjadi awal dari semuanya. Seringkali iri melihat keakraban banyak orang bersama orang tuanya, namun setiap kehidupan orang pun tak bisa disama ratakan. Masa lalu setiap orang berbeda, sehingga berbeda pulalah setiap jalan kehidupan di masing-masing kita.
Pagi saya hari ini disambut dengan dua kali misscalled dari ibu. Memandang diam layar handphone tentu saja yang pertama kali saya lakukan, berpikir keras. Perlunya keakraban dan kehangatan lebih jauh di antara kami adalah penyebab dari lambatnya respon saya. Bahkan kali ini justru membaik karena saya masih berpikir, biasanya setelahnya saya langsung abaikan atau meminta suami yang menghubungi balik.
Sejurus kemudian, saya balik menelpon ibu, dengan pulsa normal tanpa menggunakan whatsapp call untuk mengurangi gangguan suara. Lamanya obrolan pun terjadi, ada sekitar 30 menit. Mungkin 30 menit waktu sebentar bagi banyak orang, tapi itu adalah rekor terlama saya.
Tak banyak yang saya katakan, lebih pada mendengar curhatan ibu dan sesekali merespon tanpa bantahan. Jarang sekali hal ini terjadi, sangatlah jarang. Biasanya sekalinya ketemu kami lebih banyak diam atau saya banyak menyanggah curhatan ibu yang dominan lebih pada subjektifitas.
Tetapi tetiba saya teringat bahwa kualitas komunikasi adalah tanggung jawab kita secara personal, jadi bukan bagaimana 'orang lain' seharusnya tetapi lebih pada bagaimana 'kita' seharusnya. Sehingga saya pun memilih berdamai dengan pola komunikasi saya kepada beliau. Jadi, apapun yang dikatakan saya dengarkan dan terima.
Alhasil, sangatlah jelas perbedaan intonasi suara ibu di awal dan menjelang tutup telpon, bahkan semakin melembut. Ibu pun nampak lebih tenang dan nasehat keibuannya keluar. Saya sebagai anak tentu saja terharu, lega sekali rasanya.
Sore harinya, kembali saya dikejutkan dengan misscalled dari ibu. Tentu saya pun menelpon balik. Sungguh terkejutnya saya bahwa obrolan kami terjadi begitu hangat sekali. Bisa digambarkan bahwa saya sendiri merasa tak percaya ini adalah ibu saya #upsss. Namun begitulah adanya, bahwa beliau memang ibu saya yang mungkin hari ini sedikit berubah karena saya pun bertekad untuk berubah dalam melakukan komunikasi pada beliau.
Sehingga, benarlah bahwa apa yang hendak kita harapkan adalah murni tanggung jawab kita. Maka, jika kita ingin memiliki hubungan komunikasi yang baik pada seseorang, maka tugas kita mengawalinya dengan baik, pun begitu sebaliknya.
Dari hal sederhana ini, saya temukan suatu keajaiban komunikasi bahwa memang "I am responsible for my communication result".
Teman-teman sekalian, selamat mencoba... 😊
#level1
#day5
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Komentar
Posting Komentar