Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2017

Day 10: clear and clarify

Hari ini ada pertemuan keluarga, bertemulah saya dengan yang lainnya kecuali ibu saya, karena beliau ada keperluan di Bekasi. Beberapa hari lalu, memang ada masalah antara ibu dan keluarga besar kami. Saya pun tak tahu jelas kejadian langsungnya, namun diceritakan ibu saya marah pada mamang dan bibi karena suatu hal. Yang menjadi masalah, ibu marah-marah tanpa mencari tahu dahulu permasalahan awalnya. Biasanya keluarga sudah paham betul karakter ibu, namun entah kenapa kali ini beberapa dari mereka ikut terpancing emosi, meskipun marahnya hanya secara umum. Efeknya mereka pun menegur saya atas sikapnya ibu. Aneh memang kenapa jadi saya yang dilibatkan, namun sebagai anak saya bersikap netral. Saya mencoba membuka kembali pemahaman mereka tentang karakter ibu, yang sejatinya justru mereka lebih paham betul ketimbang saya. Selain itu, saya mencoba mengklarifikasi apa yang menjadi masalah ibu. Tak lupa pula saya sisipkan kalimat permohonan maaf diakhirnya. Dampak yang saya rasakan

Day 9: dampak intonasi dan suara yang ramah pada anak

Ini adalah hari kedua mempraktekan teknik komunikasi intonasi dan suara yang ramah. Anak yang sama, pun aplikasi yang sama yakni sholat zuhur. Setelah kemarin berkutat cukup lama menyuruh mereka ke mesjid, kini sudah sedikit berubah. Memang masih ada sedikit perdebatan, tapi tidak seekstrim kemarin. Bahkan saya pikir itu hanya bercanda, jadi menanggapi sesekali. Tapi sejurus kemudian, benarlah mereka bersegera ke mesjid. Sengaja saya mengikuti dari belakang, dan memang mereka keluar berlarian menuju mesjid dan berjamaah dengan yang lain. Memang masbuq, tapi tak jadi masalah untuk saya. Namanya juga anak-anak, justru jika dipaksakan saya khawatir menciderai fitrah kesadaran mereka. Bahagia tentu saja. Saya merasa apa yang kami lakukan kemarin tak sia-sia. Saya berhasil membujuk mereka untuk mengikuti aturan tanpa saya harus mengatakannya berhari-hari. Yes!!! Ke depannya, kisah hari ini menjadi pijakan saya untuk menerapkan teknik tersebut lebih sering bahkan menjadikannya suatu ke

Day 8: Intonasi dan suara yang ramah

Sudah menjadi jadwal harian anak-anak kelas sholat zuhur berjamaah di mesjid. Namun, entah kenapa kali ini beberapa anak perempuan menolak berangkat dan menunjukkan demonya dengan tetap bertahan di kelas. Meski sudah azan mereka tidak peduli dan tetap melanjutkan bermain. Saya, hanya mengamati mereka dengan sesekali mengingatkan sudah azan. Tak banyak kata perintah yang saya ujarkan. Pun ketika iqomat, mereka pun mengabaikannya. Maka, mulailah saya mengajak mereka berbincang. Tak ada omelan, makian, atau nada tinggi. Saya gunakan intonasi dan suara yang ramah pada mereka. Memang obrolan menjadi alot, wajar, karena kita sedang berdiskusi bukan saling memerintah. Pun, anak-anak kelas 4 sudah pandai berargumen dengan banyaknya ragam stok kosa kata mereka. Meski demikian, intonasi dan suara saya tidak berubah, tetap ramah bahkan lebih ramah. 5 menit setelah iqomat. Sudah tentu mereka pun akan masbuq. Tak masalah bagi saya, karena tujuan utamanya yakni mereka menuju mesjid sebagaimana

Day 7: BISA!

Siang ini, saya masih disibukkan dengan kegiatan rapotan, sehingga waktu di kelas dipenuhi bersama laptop bukan lagi bermain bersama anak-anak. Namun, tetiba ada satu anak datang menghampiri saya, anak lelaki namun kami tak cukup dekat, sehingga kaget lah saya ketika dia hadir di hadapan saya untuk bercerita. Kehadirannya dibarengi dengan rajukannya untuk minta pulang dan minta minum. Saya tentu kaget, namun tidak mungkin mengekspresikannya di depan anak. Kaget karena yang bercerita adalah anak kelas 4 SD yang berusia 10 tahun. Sebelumnya, yang saya temui adalah kebahagiaan dan kebanggaan dari anak-anak kelas akan hari-hari Ramadhan. Singkat cerita, anak itu mengeluhkan hari-hari puasanya yang dirasa panjang dan sangat melelahkan. Pun dia bercerita selepas pulang sekolah maka yang dilakukannya adalah menghapus dahaga dan laparnya dengan makan dan minum sebagaimana biasanya. Pertama kali yang saya lakukan adalah tetap menunjukkan ekspresi ramah dengan intonasi lembut dan bersahaba

Day 6: still, my communication... My responsibility...

Topik hari ini masih melanjutkan aplikasi teknik komunikasi di hari kemarin, I am responsible for my communication result, namun berbeda objek personalnya. Entah kenapa tak biasanya pagi ini saya mendapat pesan whatsapp dari adik perempuan, dia menghubungi dari pesantrennya. Adik saya kelas 10, sudah besar namun justru itulah yang membuat saya enggan ngobrol sama dia, bahkan ketika liburan pun saya sengaja mencari celah untuk tidak ketemu, he'eh. Bukan karena tidak sayang, tapi bawaannya kesel aja dengan tingkah polanya yang padahal memang fitrah di usianya. Dia mengawali chatnya dengan kalimat yang sederhana, "Teteh apa kabar? Aku kangen..." Saya biasanya mengatakan hal itu pada banyak orang, cuma menjadi yang 'enggak' banget untuk adik sendiri. Namun sejurus kemudian saya teringat dengan jurus komunikasi di atas, sehingga saya pun bertekad untuk berdamai dengan perasaan sendiri. Setelahnya mengalirlah obrolan kami dengan penuh akrab. Agak aneh memang ka

Day 5: I am responsible for my communication result

Saya bukanlah pribadi yang dekat dengan orang tua, terutama ibu. Jangankan untuk berbicara panjang lebar dan curhat, sekedar berkirim pesan atau mengangkat telponnya saja muncul rasa segan yang luar biasa, sehingga semakin jauh saja hubungan kami. Perbedaan karakter kami yang menjadi awal dari semuanya. Seringkali iri melihat keakraban banyak orang bersama orang tuanya, namun setiap kehidupan orang pun tak bisa disama ratakan. Masa lalu setiap orang berbeda, sehingga berbeda pulalah setiap jalan kehidupan di masing-masing kita. Pagi saya hari ini disambut dengan dua kali misscalled dari ibu. Memandang diam layar handphone tentu saja yang pertama kali saya lakukan, berpikir keras. Perlunya keakraban dan kehangatan lebih jauh di antara kami adalah penyebab dari lambatnya respon saya. Bahkan kali ini justru membaik karena saya masih berpikir, biasanya setelahnya saya langsung abaikan atau meminta suami yang menghubungi balik. Sejurus kemudian, saya balik menelpon ibu, dengan pulsa n

Day 4: Clear and Clarify

Hari ini kami ada acara buka bersama dengan para murid dan orang tua (saya seorang guru). Dari hari-hari sebelum hari ini sudah saya sampaikan pada suami terkait undangan tersebut. Karena ini juga merupakan acara perpisahan kelas, meski belum pembagian raport, tentu saya tak ingin melewatkan acara tersebut. Seperti biasa, suami saya bukanlah pribadi yang berkarakter ekspresif, jadi respon dia masih saya anggap abu-abu antara akan datang dan tidak. Sehingga saya pun berangkat dari rumah sendiri, suami sedang di luar ada kegiatan juga. Ketika sudah berkumpul, reflek saya melupakan handphone saya. Dan ketika pukul 6 menjelang maghrb saya baru ngeh belum memberikan alamat rumah tempat bukber, sedangkan di call logs tertanda telpon masuk dari suami 3 kali. Singkat cerita, suami tidak datang ke acara bukber, namun tetap menjemput saya pulang. Sepanjang jalan saya menyimpan kesal karena dia tidak hadir. Namun, saya juga menyadari sepertinya beliau juga kesal karena saya telat memberi ka

Day 3: Memberi Pilihan

Anak-anak meski di mata kita mereka adalah anak-anak namun sejatinya mereka ingin diperlakukan dewasa. Seringkali kita memperlakukan mereka dengan beragam 'pelayanan' atau beragam 'keputusan', padahal jika menengok pada jiwanya, maka yang mereka butuhkan hanyalah sedikit 'kepercayaan' kita. Sebagai orang dewasa, cukuplah kita memberikan sedikit saja kepercayaan untuk mereka secara pribadi memilih dan menentukan apa yang mereka kehendaki. Contoh sederhana di yakni dalam mapping performance untuk suatu event. Biarkan anak-anak yang berdiskusi dan menentukan dimana pilihan mereka. Ramainya diskusi tentu akan ada, biarkan saja, karena begitulah cara mereka dalam mengekspresikan diri. Tinggallah di akhir diskusi, selalu saya selipkan sesi "aliran rasa" dimana masing2 mereka dipersilahkan memberi komentar, baik yang bersifat komplain maupun perubahan. Saya selalu melakukan hal ini pada anak2 saya untuk semua hal, bahkan untuk hal kecil sekalipun, misal p

Day 2: Memberikan Pilihan

Mengajar lbh dari sekedar memberikan ilmu, tetapi jg bagaimana mendidik & menginspirasi. Setiap org pnya karakteristik yg berbeda dalam mendidik. Begitu pula saya, bagi seorang yg sulit marah pada anak seringkali harus pintar-pintar mencari trik Berawal dari banyak keluhan di waktu yg memang sdh seharusnya belajar, maka bagi seorg saya yg tak tega memaksa mereka pun memberikan 3 pilihan: membaca, worksheet, atau free time. Serentak mrka berteriak 'free tiiiiiime" dan bgtu bahagianya mrka ketika saya katakan ya silhkan free time. Sedih sdh pasti krna mrka mengabaikan saya, tp memaksa pun berdampak tdk baik. Akhirnya diambillah jalan kesepakatan, 30 menit free time setelah itu worksheet tanpa boleh bertanya dan bekerja sama. 30 menit pun berlalu, dan mrka komplain ktka saya mmberikan worksheet yang belum kami pelajari. Jawab saya singkat, "you chose to play not study, and you've already dealt with our agreement about the worksheet" (merka pun diam tanpa

Day 1: Mengendalikan Emosi

Dunia anak-anak tidak terlepas dari bermain, bahkan di seluruh pikirannya adalah tentang bermain. Namun, bagi kita yang dewasa bermain pun ada waktu dan batasnya, sehingga dibuatlah aturan dan konsekuensi dalam bermain. Bersama anak-anak murid, kami memiliki aturan hanya hari Jumatlah diperbolehkan membawa mainan ke kelas. Membawa di luar hari tersebut, maka mainan akan disita. Namun di hari Kamis mereka membawa mainan ke kelas, tanpa izin dan di waktu harusnya ujian, saya kaget luar biasa mereka bermain dengan ragam jenis mainan yang dibawa dari rumah, dan ini berlangsung sejak pagi sebelum kelas dimulai. Marah, tentu saja. Saya merasa tak dihargai dengan kesepakatan yang telah kami buat. Namun, sesuai dengan teknik komunikasi produktif maka saya biarkan dahulu mereka main hingga jam belajar tuntas. Hal ini juga menghindari saya mengeluarkan nada tinggi yang tidak seharusnya pada mereka. Sebelum jam kepulangan, saya kumpulkan semua anak. Berdiskusi tentang kesepakatan y