Topik hari ini masih melanjutkan aplikasi teknik komunikasi di hari kemarin, I am responsible for my communication result, namun berbeda objek personalnya.
Entah kenapa tak biasanya pagi ini saya mendapat pesan whatsapp dari adik perempuan, dia menghubungi dari pesantrennya. Adik saya kelas 10, sudah besar namun justru itulah yang membuat saya enggan ngobrol sama dia, bahkan ketika liburan pun saya sengaja mencari celah untuk tidak ketemu, he'eh. Bukan karena tidak sayang, tapi bawaannya kesel aja dengan tingkah polanya yang padahal memang fitrah di usianya.
Dia mengawali chatnya dengan kalimat yang sederhana, "Teteh apa kabar? Aku kangen..."
Saya biasanya mengatakan hal itu pada banyak orang, cuma menjadi yang 'enggak' banget untuk adik sendiri.
Namun sejurus kemudian saya teringat dengan jurus komunikasi di atas, sehingga saya pun bertekad untuk berdamai dengan perasaan sendiri.
Setelahnya mengalirlah obrolan kami dengan penuh akrab. Agak aneh memang karena tidak biasanya, namun saya berpikir respon orang lain tergantung dari reaksi yang kita berikan. Jika pada orang lain saja saya bisa seramah mungkin, kenapa pada keluarga sendiri tidak sedemikian pula?
Sehingga mulailah saya merubah gaya teks dan pembicaraan pada adik saya tersebut. Alhasil, saya lebih lega karena obrolan itu berlanjut pada curhatannya yang saya justru merasa lebih berharga sebagai seorang kakak.
Ke depannya, harapan saya sederhana, semoga saya bisa konsisten menerapkan pola komunikasi ini yang justru lebih terasa menantang pada keluarga sendiri...
Entah kenapa tak biasanya pagi ini saya mendapat pesan whatsapp dari adik perempuan, dia menghubungi dari pesantrennya. Adik saya kelas 10, sudah besar namun justru itulah yang membuat saya enggan ngobrol sama dia, bahkan ketika liburan pun saya sengaja mencari celah untuk tidak ketemu, he'eh. Bukan karena tidak sayang, tapi bawaannya kesel aja dengan tingkah polanya yang padahal memang fitrah di usianya.
Dia mengawali chatnya dengan kalimat yang sederhana, "Teteh apa kabar? Aku kangen..."
Saya biasanya mengatakan hal itu pada banyak orang, cuma menjadi yang 'enggak' banget untuk adik sendiri.
Namun sejurus kemudian saya teringat dengan jurus komunikasi di atas, sehingga saya pun bertekad untuk berdamai dengan perasaan sendiri.
Setelahnya mengalirlah obrolan kami dengan penuh akrab. Agak aneh memang karena tidak biasanya, namun saya berpikir respon orang lain tergantung dari reaksi yang kita berikan. Jika pada orang lain saja saya bisa seramah mungkin, kenapa pada keluarga sendiri tidak sedemikian pula?
Sehingga mulailah saya merubah gaya teks dan pembicaraan pada adik saya tersebut. Alhasil, saya lebih lega karena obrolan itu berlanjut pada curhatannya yang saya justru merasa lebih berharga sebagai seorang kakak.
Ke depannya, harapan saya sederhana, semoga saya bisa konsisten menerapkan pola komunikasi ini yang justru lebih terasa menantang pada keluarga sendiri...
#level1
#day6
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Komentar
Posting Komentar