Proses menemukan bintang kedua saya sangatlah sederhana. Bermula dari menyukai profesi sebagai penyiar radio sekolah. Dunia ini dikenalkan oleh seorang guru yang juga sebelumnya berprofesi sebagai penyiar di salah satu radio terkemuka di Bandung. Kisah-kisah beliau menginspirasi saya untuk mengikuti jejaknya menjadi seorang penyiar radio. Ditambah, kekaguman saya melihat gaya beliau ketika sedang menjadi MC kegiatan formal di sekolah kami.
Dari situ saya mencoba melamar dan mengikuti seleksi penyiar radio sekolah. Ranahnya memang hanya sekolah, karena hanya itu yang memungkinkan saya untuk terjun ke wilayah tersebut. Alhamdulillah wasyukurillah saya menjadi salah satu yang lolos dan mendapatkan kesempatan mengisi acara sore weekend 2 kali sepekan. Bahagia sudah tentu. Rasanya sangatlah luar biasa. Meski hanya berlangsung 3 tahun (selama SMA), namun menjadi pengalaman yang sangat luar biasa yang akhirnya semakin membuat saya cinta dengan dunia broadcasting.
Berawal dari hal tersebut pula, saya mulai berani menawarkan diri menjadi MC di kegiatan sekolah. Ingat sekali pertama kali ketika itu kelas 2 SMA dan seluruh badan terasa kaku dan keringat di sekujur tubuh, hehehe. Tak banyak yang bisa dikatakan yang penting sesuai dengan rundown yang tersedia. Perlahan tapi pasti, kemampuan public speaking mulai membaik. Sudah bisa mengontrol gesture di depan banyak orang, lalu intonasi, kemudian mengajak audiens berkomunikasi. Alhamdulillah dalam hal kosa kata saya cukup diuntungkan karena hobi membaca. Ditambah hobi mendengar radio, jadi belajar cara berinteraksi dengan ragam gaya.
Masuk ke dunia perkuliahan, cahaya bintang saya tersebut hampir tak pernah kelihatan. Maklum lah, banyak jurusan-jurusan bahasa atau jurnalistik yang sudah jauh punya legalitas dan diyakini lebih mumpuni. Meski demikian, di luar kegiatan kampus, saya masih aktif menjadi MC di kegiatan-kegiatan sosial. Alhamdulillah semakin terasah kemampuan saya, ditambah dengan profesi guru, maka menghadapi anak-anak sudah menjadi hal biasa.
Masuk di dunia kerja, masih belum sirna cahaya bintang tersebut. Bahkan merambah menjadi MC bilingual yang kadang bisa menggunakan bahasa Inggris atau Bahasa Indonesia. Deg-degan? Tentu masih ada, namun hanya berlaku ketika dihadapan saya adalah para orang tua wali murid. Mungkin hanya bentuk kekhawatiran ada kesalahan karena bagaimanapun mereka punya profesi yang jauh lebih mumpuni daripada saya. Namun, jika dihadapan saya adalah anak-anak, jangan ditanya itu sudah menjadi makanan sehari-hari, bahkan kalau ditelisik lebih jauh lebih menyenangkan bisa berinteraksi dengan audiens anak-anak ketimbang dewasa. Mungkin karena kalau anak-anak lebih ekspresif dan attractif jadi lebih mudah dilakukan komunikasi dua arah apalagi ketika harus mencairkan suasana.
Terlepas dari semua kecintaan tersebut, dunia public speaking bukanlah menjadi ranah utama profesi saya. Namun, minat yang selalu bersinar tak pernah membuat saya menolak untuk menjadi MC atau penyiar radio jika mendapatkan tawaran dari teman-teman. Semoga kelak ketika saya sudah resign, tawaran-tawaran tersebut tetap ada. Bismillah...
#Tantangan10Hari
#Level7
#KuliahBunsayIIP
#BintangKeluarga
Komentar
Posting Komentar